Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Pantulan Diri

Selasa, 08 November 2022 | November 08, 2022 WIB | 0 Views Last Updated 2022-11-08T16:19:36Z


Abinews.com - Saudaraku, kesenangan melihat orang lain bersalah atau menutupi kejahatan besar dengan menggunjing kejahatan kecil adalah proyeksi dari cahaya kegelapan di langit jiwa kita. 

Dalm warna dasar kegelapan itu, pepohonan tua berbuah hampa; sedang tunas-tunas muda layu sebelum berkembang. 

Bagai menegakkan batang terendam, setiap percobaan kebangunan, jatuh kembali ke kemunduran.

Kita ingin sarapan pagi dengan harapan, tapi tak banyak orang yang menyalakan cahaya jiwa. Bagaimana bisa mengubah dunia, jika tak bisa mengubah diri sendiri? 

Jalaluddin  Rumi  berkata, “Kemarin  aku  merasa  pintar,  karenanya  aku  ingin mengubah dunia. Sekarang aku lebih bijaksana, maka aku mulai mengubah diriku sendiri.”

Setelah  mampu memimpin diri,  bolehlah  orang  mengembangkan  harmoni  keluar dengan menjaga  keseimbangan antara  hak dan kewajiban, kebebasan  dan tanggung  jawab.  

Pemimpin  bukan  hanya  mengikuti  kemauan  rakyat, tapi  juga mendidik rakyat meraih kematangan pribadi. 

Dalam istilah Bung Karno, pemimpin harus dapat ”mengaktivir kepada perbuatan”: "mengaktivir bangsa yang ia pimpin kepada perbuatan. Kalau cuma menyerukan perbuatan, tetapi dalam kenyataan tak mampu mengaktivir rakyat kepada perbuatan, buat apa bermimpi jadi pemimpin."

Pengalaman  bangsa-bangsa menunjukkan, hanya pemimpin politik yang memiliki ketangguhan “modal moral” yang bisa membawa komunitas politik keluar dari kubangan krisis.

Yang dikehendaki bukan sekadar kualitas moral individual (orang baik), namun terutama kemampuan politik untuk menginvestasikan potensi  kebajikan perseorangan itu ke dalam  mekanisme dan kelembagaan politik yang bisa memengaruhi perilaku masyarakat.

Jika sang “juru selamat” tak kunjung datang, mengapa pemimpin yang ada tak berusaha memperkokoh “modal moral" politiknya?

Tak pernah ada kata terlambat untuk perbaikan dan pertobatan. Bagi para pemimpin yang ada, sebaikya menggemakan do’a St. Francis Asisi: “Tuhanku, jadikan  aku  instrumen  kedamaian-Mu. 

Tatkala ada  kebencian,  kutaburkan  cinta; tatkala ada luka, maaf; tatkala ada keraguan, keyakinan; tatkala ada keputusasaan, harapan; tatkala ada kegepalan, cahaya; tatkala ada kesedihan, keceriaan.” (Red/Yudi Latif/Makrifat Pagi)

×
Berita Terbaru Update