Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Agribisnis Padi Hibrida

Minggu, 09 Oktober 2022 | Oktober 09, 2022 WIB | 0 Views Last Updated 2022-10-10T02:03:52Z


Abinews.com - Kesadaran untuk mengembangkan padi hibrida di negara kita, sebetul nya telah berlangsung sejak lama. Para penentu kebijakan pembangunan pertanian mempersepsikan padi hibrida adalah terobosan cerdas untuk meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman padi.

Itu sebab nya dalam rangka memelihara momentum Swasembada Beras 2019-2021 sekaligus memperkokoh ketersediaan pangan nasional, kebijakan pengembangan padi hibrida perlu dijadikan salah satu pilihan strategis yang sepantas nya diambil Pemerintah.

Beberapa hasil kajian dan uji coba yang dilakukan di banyak daerah, dapat dijadikan refrensi untuk penerapan di tempat lain. Pengembangan padi hibrida di negeri ini, sebaik nya mulai dipikirkan Pemerintah, khusus nya untuk mengokohkan ketersediaan pangan itu sendiri.

Padi hibrida dengan produktivitas nya yang tinggi, memiliki kesempatan untuk meningkatkan produksi padi secara nasional. Padi hibrida merupakan peluang yang harus ditangkap dengan penuh optimisme. Di saat dunia diributkan akan ada nya krisis oangan global, sebaik nya kita menjawab dengan pengembangan padi hibrida.

Pertanyaan penting nya adalah mengapa dalam tempo yang sesegera mungkin, kita harus mengembangkan padi hibrida ? Apa beda nya dengan padi inhibrida ? Pertanyaan ini wajar mengusik warga bangsa, terutama yang tidak terlalu akrab dengan masalah benih padi ini.

Padi inbrida seperti varietas Ciherang, IR 64, Situbagendit, Mekongga dsb merupakan hasil dari penyerbukan terbuka (open pollination), sedangkan padi hibrida dihasilkan melalui proses persilangan tetua betina (dikenal CMS Line atau A Line) dan tetua jantan (dikenal Restorer Line atau R line).

Padi Hibrida memiliki keunggulan utama yaitu produktivitasnya. Dengan tingkat produksi yang lebih tinggi diharapkan pemanfaatan padi hibrida dapat lebih dioptimalkan sampai ke petani, sehingga kedepan, dapat berkontribusi pada peningkatan produksi padi nasional.

Padi hibrida menyukai tanah-tanah bertekstur ringan. Padi hibrida HIPA 8 ternyata mampu beradaptasi di lahan kering Kebumen, Jawa Tengah, sedangkan HIPA 18 mampu beradaptasi di lahan pasang surut potensial di Pulang Pisau, Kalimantan Tengah.

Pemerintah sendiri, kelihatan nya akan terus mengembangkan padi hibrida. Percontohan dan uji coba tampak semakin sering dilakukan, baik yang digarap Pemerintah atau pun kalangan dunia usaha. Dalam waktu singkat, kita berharap agar "agribisnis padi hibrida" mulai dikembangkan.

Kata “agribisnis” sendiri dalam empat dekade belakangan ini, acapkali muncul menjadi perhatian yang serius dari berbagai kalangan, khususnya mereka yang terkait dengan upaya pencarian paradigm baru dalam pembangunan ekonomi yang berbasis pertanian.

Beberapa pakar mencoba memberi pengertian tentang makna agribisnis. Salah satunya adalah Prof. Bungaran Saragih (1996) yang mendeskripsikan bahwa agribisnis merupakan cara baru melihat dan membangun pertanian, dimana pembangunan ekonomi berbasis pertanian tidak hanya terbatas pada pembangunan subsistem usahatani saja.

Berdasarkan pemahaman yang demikian, jelas terungkap bahwa agribisnis merupakan paradigm baru pembangunan perekonomian suatu wilayah yang didasarkan pada pemberian nilai tambah produk pertanian menjadi produk bernilai tinggi secara manfaat dan ekonomi.

Pemberian atau peningkatan nilai tambah dapat dilakukan dengan berbagai upaya yang bersifat manajerial dan teknologi. Upaya pemberian nilai tambah tersebut harus dilakukan berdasarkan pendekatan system. Hal tersebut perlu dilakukan, karena agribisnis merupakan suatu aktivitas yang bersifat multifungsional, multidisiplin, multiregional dan bersifat networking.

Agribisnis Padi Hibrida, memang bukan hanya sebuah jargon atau semangat. Tapi, pemahaman yang lebih utuh terhadap Agribisnis Padi Hibrida, akan terkait pula dengan berbagai upaya kreatif dan inovatif pemberian nilai tambah yang didorong oleh kebutuhan dan keinginan pasar (market driven), seperti pengolahan hasil, pemasaran, pengadaan bahan baku dan lain sebagainya lagi.

Atas dasar pandangan yang seperti inilah, maka pendekatan Agribisnis Padi Hibrida perlu lebih terintegrasi, simultan, komprehensif dan terarah. Selain itu penting juga dicatat bahwa pengembangan Agribisnis Padi Hibrida yang umumnya bersifat makro, perlu ditopang pula oleh struktur, perilaku dan kinerja mikro dari sistem agribisnis itu sendiri.

Struktur agribisnis yang tersekat-sekat harus diubah menjadi struktur yang integrative dengan mendorong terwujudnya agribisnis berbasis pertanian terintegrasi secara vertikal, dimana seluruh subsistem agribisnis berbasis pertanian dari hulu ke hilir berada pada satu kesatuan keputusan manajemen. (Red/Entang Sastraatmadja Penulis, Ketua Harian DPD HKTI Jawa Barat).
×
Berita Terbaru Update